Cisitu...

Saya lahir dan besar di Cisitu,... dulu Cisitu seperti sebuah desa. Seingat saya, tetangga saya hanya 4 atau 5 keluarga saja yang tinggal di daerah dimana saya tinggal. Bayangkan, dulu semua rumah yang ada disana adalah rumah panggung, dindingnya dari anyaman bambu yang kami sebut bilik (bhs sunda). Lengkap dengan 'golodog' dan tangga, yang selain berfungsi untuk naik dan masuk kedalam rumah, biasanya kami gunakan untuk gobrol dengan para tetangga yang hanya sedikit itu. Tetapi justru karena sedikit itu, hubungan antar tetangga berubah menjadi saudara.

Walaupun namanya Cisitu, air sangat sulit disini. Kami harus turun ke sungai Cikapundung yang letaknya jauh sekali. Dibawah sana, terdapat banyak sekali mata air, atas inisiatif hasil rembukan warga dibuatlah pancuran-pancuran yang berasal dari tampungan mata air itu, jadi biasanya kami tidak mandi di sungai, tetapi memanfaatkan jernihnya mata air ini untuk mandi dan mencuci pakaian. Nah, karena letaknya jauh dibawah, maka air sukar di temui ditempat kami tinggal. Jadi, setiap kali pulang dari sungai, para bapak membawa jerigen atau ember yang diisi air jernih dari mata air tadi,.... bayangkan, alhasil habis mandi, sampai rumah keringat kembali mengalir hehehe.

Aasinan, loncat tali, sonlah, gatrik, ucing-ucingan dan masih banyak lagi adalah permainan yang saya dan teman saya mainkan di sore hari di halaman rumah saya. Oya, setiap rumah punya halaman yang sangat luas. Halaman rumah saya ditumbuhi pohon jeruk bali, 2 pohon pepaya, dan sekeliling halaman rumah dikelilingi tanaman Baluntas (entah apa namanya dalam bahasa Indonesia). Tanaman ini sering direbus ibu saya untuk dijadikan urap.

Belum lagi suasana saat Lebaran tiba, saat mempersiapkan acara 17 Agustus yang selalu semarak, dan hmmmm saat terang bulan datang. Biasanya tetangga akan berkumpul di depan rumah duduk-duduk di atas golodong, ditemani dengan rebusan kacang tanah atau pisang rebus, menikmati terang alaminya bulan membuat orang bertahan untuk berlama-lama ngobrol kadang tak sadar tengah malam telah tiba.

Suasana seperti ini sering kali saya rindukan. Cisitu tempat dulu saya tinggal telah jauh berubah. Cisitu bukan lagi desa, tetapi telah jadi pemukiman yang cukup padat. Saya tak bisa lagi menemukan rumah dengan halaman yang luas dengan pohon-pohon besar tumbuh di halamannya, kini bahkan jarak satu rumah ke rumah lain hanya dibatasi oleh tembok rumah masing-masing. Tidak ada lagi orang bercakap-cakap sampai larut dibawah terang bulan, tidak ada lagi rasa persaudaraan yang kental, karena tempat itu sekarang dipenuhi oleh pendatang baru. Ya,..semuanya berubah. Kabar baiknya air yang dulu sulit didapat, sekarang air mengalir sangat lancar di daerah itu.

Saya merasa beruntung bisa melewati masa kecil saya di sebuah desa yang kaya akan rasa persaudaraan, tepo seliro, toleransi, juga yang kaya akan permainan yang tradisional yang sekarang agak susah untuk ditemukan, karena kalah oleh games yang lebih disukai anak-anak sekarang, termasuk anak saya. Kehidupan setiap periode memang berbeda ya..... Apapun yang terjadi saya selalu rindu Cisitu.........

Komentar

  1. hmmm..asyik sekali ya masa kecilnya. Sekarang mah yang kayak gini susaaaahhhh banget didapet.

    Anne

    BalasHapus
  2. Ah akhirnya bisa juga masuk kesini Ezri. Seneng ya punya pengalaman masa kecil yang asyik dan patut dikenang. Sekarang mah udah susaaaahhhh banget ketemu tempat yang kayak begini.

    Anne

    BalasHapus
  3. Hi Anne, thanks ya dah mampir di blog ku. Hm iya rasanya pengen lagi bisa main-main kayak zaman kecil dulu.

    BalasHapus
  4. cisitu semakin padat...pendatang baru terus berdatangan, tapi gua kok ngak inget masa kecil itu menyenangkan heheheh...

    BalasHapus
  5. ya loe masih kecil, palingan udah tidur...hehehe. inget nggak oom lani yang paling lucu kalau lagi gobrol...nggak kan? dia tuh paling bodor.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer