Ikan Anakku

Akhirnya.....ikan anak saya mati juga. Dua minggu terakhir anak saya sangat menyukai ikan hias, apapun dilakukannya untuk membeli ikan hias. Dari mulai merayu saya untuk dibelikan uang, atau minta uang pada ayahnya sampai tidak jajan disekolah karena uang jajannya ia belikan ikan hias. Ikan Mas Koki, Merpis, Cupang dan beberapa jenis lainnya pernah ia beli. Sayangnya ... ikan itu tidak pernah bertahan hidup lama didalam toples bundar besar yang disulapnya menjadi akuarium. Saking sayangnya pada ikan-ikannya, bangun tidur, pulang sekolah bahkan mau tidur yang ia ingat hanya ikan peliharaannya. Tak pernah lupa memberi makan, bahkan kadang berlebih menuang makanan ikan kedalam toplesnya, katanya ,"supaya ikannya cepat besar dan tidak mati". Tapi tetap saja ikan itu mati, paling lama hanya bertahan 2 hari saja. Dari raut mukanya saya bisa memastikan bahwa dia sangat sedih. "Kenapa ya bun, ikanku selalu mati, padahal aku sayang banget sama ikanku?" tanyanya suatu padi ketika ia melihat ikan koki hitamnya mengambang di air. Selidik punya selidik, setelah saya tanya kepada si penjual ikan penyebab kematian ikan-ikan anak saya adalah pemberian makan yang berlebihan tadi..... Sangat mencintai, tetapi tidak tahu bagaimana cara mencintai.

Tak jauh berbeda dengan seorang wanita yang saya kenal. Dia punya segalanya, suami yang tampan punya perusahaan pula, anak yang cantik, lucu dan pintar, rumah bagus, mobil mewah dan bila kita lihat penampilannya, cantik dengan potongan rambut dan pakaian yang selalu mengikuti mode terbaru. Sempurna. Suatu hari dalam kesempatan makan siang ia berkata,"kamu tahu nggak, dimana konsultan perkawinan?" "Buat siapa mbak?" tanya saya. "Buat aku", katanya. "Hah", kata saya kaget. "Rasanya aku ingin bercerai dari suamiku", katanya. "Aku nggak bahagia dengan perkawinanku", katanya lagi. "Emangnya suami mbak mau diajakin konseling?" tanya saya lagi. "Aku belum tanya", jawabnya. Singkat cerita, setelah ia komunikasikan perasaanya pada suaminya, ternyata suaminya sangat kaget. Suaminya merasa bahwa ia sangat mencintai istrinya dan memberikan apa saja untuk istrinya demi kebahagiaan istrinya, tetapi ternyata bagi istrinya kebahagiaan itu bukan seperti itu. Perhatian, ungkapan sayang dan kebersamaan, lebih diinginkan istrinya, yang menurutnya tidak ia dapatkan selama mereka berumahtangga. Syukur, akhirnya mereka berhasil mempertahankan hidup pernikahannya.

Lalu apakah kebahagiaan itu? Saya membaca banyak sekali difinisi bahagia, dan berbeda-beda menurut setiap orang. Saya sendiri lebih memilih mengartikan bahagia itu sebagai kemampuan untuk bisa mengkondisikan hati kita untuk menerima segala apa yang kita dapat, apa adanya. Menerima apa adanya, tanpa syarat, karena syarat-syarat yang kita tetapkan akan membuat kita sulit untuk bahagia. Kebahagiaan itu berasal dari hati, dan kebahagiaan sejati adalah kebahagian tanpa syarat. Kebahagiaan ada di dalam diri setiap manusia, tinggal kita memilih apakah kita mau hidup bahagia atau tidak. Setuju?

Komentar

Postingan Populer