Langsung ke konten utama

Estelle Boneka dari Langit.

 



 

Sudah berhari-hari Estelle berada di bak pembuangan sampah.  Sebetulnya, ia sudah tak tahan lagi dengan bau sampah yang setiap hari dihirupnya, tetapi, tak ada yang bisa ia lakukan selain menangis.  Tubuhnya semakin jauh dari permukaan bak pembuangan sampah, karena  semakin hari,  sampah semakin bertambah banyak.  Ia ingin berteriak, tetapi siapa yang akan mendengarnya.  Estelle hanya bisa berharap suatu hari nanti akan ada orang yang bisa menemukannya, entah bagaimana caranya.

“Hai boneka dari langit, bisa  diam nggak?” Terdengar suara asing membentak.

“Yang menderita itu bukan hanya kamu, suara tangismu membuatku tak bisa tidur,” lanjut suara asing itu.

Estelle terkejut, lalu ia  menghentikan tangisnya.   

“Kamu siapa, apakah kamu juga boneka seperti aku?” tanya Estelle ingin tahu.

“Bagaimana kamu tahu kalau aku boneka,  aku saja tak bisa melihatmu karena tertutup sampah?” lanjutnya.

“Aku melihatmu jatuh dari langit,” jawab suara asing itu.

“Tak seperti sampah lain yang dibuang oleh manusia, aku benar-benar melihatmu jatuh dari langit,” jelas suara asing itu.

Estelle melihat sekelilingnya, karena ia mendengar suara asing itu kini tak terlalu jauh darinya.

“Hai boneka dari langit,” sapa seekor tikus yang kini berada tepat di depan Estelle.

“Si..sii..siapa kamu?” tanya Estelle ketakutan. 

Ia belum pernah melihat mahluk kotor, bermoncong dan berkumis panjang seperti yang sedang ia lihat.

“Jangan takut, aku seekor tikus.  Panggil saja aku Rat,” saran tikus itu, saat ia melihat boneka yang ada di depannya ketakutan.

“Kamu tidak akan memakanku ‘kan?” tanya Estelle ragu-ragu.

“Aku tak suka kain dan kapas sepertimu, aku lebih suka makanan sisa manusia,” cetus si Rat Tikus.

Hati Estelle menjadi sangat lega mendengar pengakuan tikus, yang baru ditemuinya itu.

“Rat, apa kamu tinggal di sini?” tanya Estelle ingin tahu.

“Tidak, aku tinggal di lubang dekat dengan bak pembuangan sampah ini.  Namun setiap hari aku selalu berada di bak penampungan sampah ini untuk mencari makan,” jawabnya.

“Pantas…kamu pasti tahu semua yang dibuang ke tempat ini, ya,” kata Estelle.

“Dari mana asalmu, aku benar-benar melihatmu turun dari langit?” tanya Rat Tikus pada Estelle.

“Kamu lihat gedung itu Rat?” tanya Estelle sambil menunjuk sebuah gedung yang letaknya tak jauh dari bak penampungan sampah itu. 

Rat Tikus menyibakkan sampah yang berada di sekitar mereka, sehingga bisa melihat gedung yang ditunjukkan oleh Estelle.

“Aku tinggal di lantai paling atas…lantai tiga puluh dua,” jelas Estelle.

“Dulu aku boneka yang sangat indah, dan sangat disayangi oleh anak perempuan yang tinggal di gedung itu.  Kemana pun ia pergi aku selalu dibawanya.  Suatu hari,  pamannya membawakan oleh-oleh sebuah boneka baru.  Anak perempuan itu mulai melupakanku, hingga aku tak terawat lagi,” cerita Estelle sambil tersedu.

“Lalu ia membuangmu?” tanya Rat Tikus.

“Ya, ia melemparku dari jendela kamarnya,” kata Estelle, kini ia menangis sejadi-jadinya.

“Aku berharap akan jatuh di pinggir jalan, siapa tahu ada orang yang akan mengambilku.  Ternyata aku malah jatuh di bak penampungan sampah ini,” lanjutnya.

“Kalau jatuh di tempat ini, siapa yang akan mengambilku.  Semua akan jijik melihatku yang kotor dan bau ini,” katanya.

“Sungguh malang nasibmu, boneka dari langit.” Rat Tikus merasa iba mendengar cerita Estelle.

“Estelle…panggil aku Estelle,”pintanya.

“Aku akan membantumu Estelle,” cetus Rat Tikus.

Rat Tikus, menggigit kaki kanan Estelle.

“Aduh, kenapa kau mengigitku?” teriak Estelle kesakitan.

“Sudah…tahan sebentar, nggak usah teriak-teriak,” perintah Rat Tikus.

Akhirnya Estelle menyerah pada Rat Tikus.  Ia diam saja saat Rat Tikus menariknya  sedikit demi sedikit, diantara tumpukan sampah yang menutupi mereka.  Dengan usaha yang keras, akhirnya Rat Tikus berhasil membawa Estelle ke  permukaan bak sampah.

“Hai boneka dari langit, biasanya ada pemulung yang mencari barang di sini.  Aku berharap kamu akan diambil oleh salah satu dari mereka,” kata Rat Tikus.

Estelle sangat terharu mendengar ucapan Rat Tikus, ia tak menyangka mahluk kotor itu akan membantunya keluar dari tumpukan sampah itu.

“Terima kasih Rat, terima kasih sudah …..” Belum selesai Estelle berterima kasih pada Rat Tikus.  Ia merasa tubuhnya melayang.

“Bu, aku menemukan boneka, ini boneka yang selama ini kuinginkan” teriak seorang anak pemulung kegirangan.

“Boleh kubawa pulang ya, Bu.  Nanti kucuci sampai bersih dan kuperbaiki bagian yang rusak, pasti boneka ini menjadi boneka yang cantik,” seru anak itu bersemangat, sambil membawa Estelle menjauh dari tempat itu.

“Terima kasih, Rat,” teriak Estelle melambaikan sebelah tangannya  pada Rat Tikus, ia senang menemukan pemilik yang baru.

 

 

                                                       ***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bubun Buncis Takut Malam

       B ubun buncis sedang ketakutan.   Sejak sore tadi ayah, ibu dan kedua adiknya pergi ke rumah paman. “Bun, kali ini kamu tidak boleh ikut ya. Ibu tak enak kalau kedatanganmu nanti akan menulari anggota keluarga   paman.   Besok kalau kau sudah sembuh, ibu berjanji akan mengantarmu mengunjungi paman,” jelas ibu sebelum mereka pergi. “Kami tak akan lama, sebelum gelap pasti sudah kembali,” lanjut ibu. Bubun Buncis terpaksa menuruti saran ibunya, karena ia memang sedang sakit flu berat. “Tapi janji ya, jangan pulang malam-malam.   Aku pasti ketakutan sendirian di rumah,” pinta Bubun Buncis. Sudah empat jam mereka pergi, matahari mulai tenggelam.   Namun, ayah, ibu dan kedua adik Bubun belum juga tiba di rumah.   Bubun mulai gelisah, dia berjalan mondar-mandir di halaman rumah menunggu kedatangan keluarganya. Hari kemudian berubah menjadi gelap, Bubun hanya sendirian di rumahnya.   Ini adalah pengalaman pertama Bubun...

Mimi Kelinci Sang Penolong

    Mimi Kelinci menegakkan telinga panjangnya, sayup-sayup ia   mendengar suara minta tolong.     Ia   mulai berjalan ke arah   suara itu berasal.   Kakinya yang lincah mulai melompat melewati setiap hambatan yang ia temui. “Aku harus menemukan siapa pemilik suara itu,   sepertinya ia dalam bahaya,” pikirnya. Walaupun ia sudah berjalan cukup jauh, akan tetapi Mimi belum   bisa menemukan dari mana   suara itu berasal.   Mimi hampir putus asa karena tak bisa menemukan pemilik suara itu. Untunglah suara itu terdengar lagi. “Toloooong.” Suara itu kini terdengar lebih dekat. Hanya dengan beberapa lompatan, Mimi Kelinci sudah bisa menemukan siapa yang meminta tolong itu. Seekor anak penyu berada di tengah jalan aspal dan sebuah mobil yang melaju kencang sedang berjalan ke arah anak penyu itu. Tanpa pikir panjang Mimi Kelinci   menggendong anak penyu itu, lalu membawanya   ke pinggir jalan.   “Untunglah...

Janji si Lebah

  Tutu semut tak bisa menyembunyikan rasa takutnya.   Kini, badannya sedang   terombang-ambing mengikuti gerakan ransel biru yang sedang digendong oleh Alit, seorang anak laki-laki pemilik ransel itu.    Tutu tak tahu kemana Alit akan pergi, ia tak sengaja ikut dalam ransel itu.   Kalau saja ia mendengar nasehat teman-temannya, mungkin saat ini Tutu tak harus menahan takutnya bergelantungan di ujung ransel itu.   Beberapa menit yang lalu, segerombolan semut mencium aroma manis dari sebuah ransel biru tua yang tergeletak di lantai.   “Teman-teman, disini ada roti kering manis,” teriak Pimpim Semut. ”Ayo bentuk barisan, kita kumpulkan remah-remah roti kering ini untuk persedian kita.” Pimpim Semut mengajak semut yang lain. Tanpa menunggu lama, gerombolan semut itu langsung membentuk barisan   menuju ransel itu untuk mengumpulkan roti kering itu, juga Tutu.   Ini pengalaman pertama buat Tutu, sebelumnya ia belum diperbolehkan ka...