Langsung ke konten utama

Mimi Kelinci Sang Penolong

 

 



Mimi Kelinci menegakkan telinga panjangnya, sayup-sayup ia  mendengar suara minta tolong.   Ia  mulai berjalan ke arah  suara itu berasal.  Kakinya yang lincah mulai melompat melewati setiap hambatan yang ia temui.

“Aku harus menemukan siapa pemilik suara itu,  sepertinya ia dalam bahaya,” pikirnya.

Walaupun ia sudah berjalan cukup jauh, akan tetapi Mimi belum  bisa menemukan dari mana  suara itu berasal.  Mimi hampir putus asa karena tak bisa menemukan pemilik suara itu. Untunglah suara itu terdengar lagi.

“Toloooong.” Suara itu kini terdengar lebih dekat.

Hanya dengan beberapa lompatan, Mimi Kelinci sudah bisa menemukan siapa yang meminta tolong itu.

Seekor anak penyu berada di tengah jalan aspal dan sebuah mobil yang melaju kencang sedang berjalan ke arah anak penyu itu. Tanpa pikir panjang Mimi Kelinci  menggendong anak penyu itu, lalu membawanya  ke pinggir jalan. 

“Untunglah aku datang tepat waktu,  sedikit terlambat saja anak penyu ini pasti terlindas oleh mobil tadi,” pikirnya.

“Sedang apa kamu di tengah jalan?” tanya Mimi Kelinci pada anak penyu itu.

Anak penyu itu diam saja, ia tak sadarkan diri.  Mimi Kelinci terkejut saat menyadari dua depan anak penyu itu mengeluarkan banyak darah.

“Pasti anak penyu ini sudah tertabrak mobil saat aku belum datang,” gumamnya.

 “Kalau tidak segera ditolong, anak penyu ini bisa mati karena kehabisan darah,” pikir Mimi Kelinci.

Mimi Kelinci menggendong anak penyu itu dan berjalan secepat mungkin agar segera sampai di rumahnya.  Sesampainya di rumah, Mimi Kelinci segera membersihkan luka di kedua kaki anak penyu itu, lalu dibungkusnya dengan kain yang berisi  racikan beberapa tanaman obat untuk menyembuhkan kaki anak penyu itu.

“Semoga usahaku berhasil dan anak penyu ini segera sembuh,” pikirnya setelah selesai mengobati kaki anak penyu itu.

Tak lama kemudian anak penyu sadarkan diri.

“Aduuuh … kakiku sakit semua.  Aku dimana ini?” tanyanya saat melihat seekor kelinci putih sedang memperhatikannya.

“Tenang, kamu ada di rumahku.  Jangan bergerak dulu, tulang kakimu patah dan aku sedang mengobatinya,” jelas Mimi Kelinci.

“Apa yang terjadi padamu, bukankah rumahmu di lautan? Mengapa kamu bisa berada di tengah jalan raya?” tanya Mimi Kelinci ingin tahu.

Anak penyu mulai menceritakan mengapa ia bisa berada di jalan raya itu.

“Namaku Odi, dulu tinggal di lautan luas bersama keluargaku.  Suatu hari seorang nelayan menangkap dan menjualku pada manusia. Untunglah aku dipelihara oleh seorang anak laki-laki yang sangat menyukai penyu, sehingga aku diperlakukan dengan baik.  Kemana pun ia pergi aku selalu dibawanya.  Pagi tadi sebelum pergi, anak itu menaruhku di bak belakang mobilnya, tetapi sepertinya ia lupa mengunci.  Saat melewati jalan berlubang, mobil yang kami tumpangi terguncang dan penutupnya terbuka sehingga aku terlempar dari mobil itu,” cerita anak penyu itu.

 “Beristirahatlah dulu, supaya kakimu cepat sembuh.  Aku akan mengantarkanmu pulang bila kau sudah sembuh, Odi,” janji Mimi Kelinci.

“Pulang?” tanya anak penyu sedih, “Aku bahkan tak tahu di mana rumahku. bukankah  lautan itu sangat luas?”

“Sudahlah jangan bersedih, aku punya banyak teman yang bisa membantu untuk menemukan rumahmu,” hibur Mimi Kelinci.

Semakin hari kaki Odi si anak penyu semakin membaik, Mimi Kelinci berencana untuk mengantarkan Odi untuk mencari rumahnya.

“Naiklah ke atas punggungku aku akan mengantarmu pulang, aku khawatir  kau belum kuat berjalan jauh karena karena kakimu baru saja sembuh,” pinta Mimi Kelinci pada Odi.

Mimi Kelinci terus berjalan, ia berharap segera menemukan lautan.  Namun, tiba-tiba hari yang cerah berubah, awan gelap mulai menutupi matahari.

“Sepertinya hari ini akan ada badai,” kata Odi pada Mimi Kelinci.

“Lihat  ada pusaran angin, mungkin tak lama lagi akan sampai ke sini,” kata Mimi Kelinci.

Pusaran angin itu datang lebih cepat dari yang diduga. Tanpa disadari pusaran angin itu menerbangkan keduanya, Odi berusaha berpegangan lebih erat agar tidak terlepas.  Namun, keduanya jatuh di tengah lautan yang sangat luas.  Odi berusaha menggerakkan kakinya untuk berenang, tetapi ia sedih melihat Mimi Kelinci yang tidak bisa berenang dan mulai tenggelam.  Odi menangis dan berteriak minta tolong.

Tiba-tiba seekor penyu yang besar berada di depan mereka.

“Odiiiii, kau anakku yang hilang,” kata penyu besar itu saat melihat Odi.  Lalu dipeluknya anak penyu itu dengan erat.

“Ibu, tolong selamatkan kelinci itu, ia tenggelam,” teriak Odi.

Secepat kilat penyu besar itu membawa Mimi Kelinci ke permukaan laut dan membawanya ke daratan.    Odi menceritakan siapa Mimi Kelinci pada ibunya.  Tentu saja ibu penyu sangat berterima kasih pada Mimi Kelinci karena sudah menolong anaknya. Mimi Kelinci juga senang bisa menolong  Odi dan  bisa bertemu ibunya kembali.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bubun Buncis Takut Malam

       B ubun buncis sedang ketakutan.   Sejak sore tadi ayah, ibu dan kedua adiknya pergi ke rumah paman. “Bun, kali ini kamu tidak boleh ikut ya. Ibu tak enak kalau kedatanganmu nanti akan menulari anggota keluarga   paman.   Besok kalau kau sudah sembuh, ibu berjanji akan mengantarmu mengunjungi paman,” jelas ibu sebelum mereka pergi. “Kami tak akan lama, sebelum gelap pasti sudah kembali,” lanjut ibu. Bubun Buncis terpaksa menuruti saran ibunya, karena ia memang sedang sakit flu berat. “Tapi janji ya, jangan pulang malam-malam.   Aku pasti ketakutan sendirian di rumah,” pinta Bubun Buncis. Sudah empat jam mereka pergi, matahari mulai tenggelam.   Namun, ayah, ibu dan kedua adik Bubun belum juga tiba di rumah.   Bubun mulai gelisah, dia berjalan mondar-mandir di halaman rumah menunggu kedatangan keluarganya. Hari kemudian berubah menjadi gelap, Bubun hanya sendirian di rumahnya.   Ini adalah pengalaman pertama Bubun...

Janji si Lebah

  Tutu semut tak bisa menyembunyikan rasa takutnya.   Kini, badannya sedang   terombang-ambing mengikuti gerakan ransel biru yang sedang digendong oleh Alit, seorang anak laki-laki pemilik ransel itu.    Tutu tak tahu kemana Alit akan pergi, ia tak sengaja ikut dalam ransel itu.   Kalau saja ia mendengar nasehat teman-temannya, mungkin saat ini Tutu tak harus menahan takutnya bergelantungan di ujung ransel itu.   Beberapa menit yang lalu, segerombolan semut mencium aroma manis dari sebuah ransel biru tua yang tergeletak di lantai.   “Teman-teman, disini ada roti kering manis,” teriak Pimpim Semut. ”Ayo bentuk barisan, kita kumpulkan remah-remah roti kering ini untuk persedian kita.” Pimpim Semut mengajak semut yang lain. Tanpa menunggu lama, gerombolan semut itu langsung membentuk barisan   menuju ransel itu untuk mengumpulkan roti kering itu, juga Tutu.   Ini pengalaman pertama buat Tutu, sebelumnya ia belum diperbolehkan ka...