Langsung ke konten utama

Monster yang Mengerikan

 



 

Oni adalah seekor ayam hutan yang sangat penakut. Setiap malam datang  Oni sibuk mencari mencari semak-semak tempat bersembunyi.  Tak seperti ayam hutan lain yang  berkokok sebelum matahari terbit,  Oni baru akan keluar dari semak-semak jika matahari bersinar terang.

“Kamu adalah ayam hutan yang paling aneh,  Oni,” kata Lala Tikus Hutan yang selalu memperhatikan tingkah aneh Oni setiap malam datang.

“Mana ada ayam hutan yang bangun siang hari,” lanjut Lala Tikus.

“Hai tikus, jangan sembarangan bicara ya … aku bukan pemalas,” jawab Oni ketus.

“Lalu apa kalau bukan pemalas?” ejek Lala Tikus.

“Aku takut monster.” Oni menjawab dengan ketus.

“Hah monster? Mana ada monster di hutan ini?” Lala Tikus mentertawakan Oni.

“Diaaaaam, tikus! Kau tak tahu apa-apa.   Kalau  sudah melihatnya, pasti kau akan pergi dari hutan ini,” bentak Oni kesal.

“Okay, coba tunjukan monster itu!” tantang Lala Tikus.

Sore harinya  Oni mengajak Lala bersembunyi di balik semak-semak.

“Di tempat ini aku pernah melihat monster itu, besar sekali.  Cepat kukepakkan sayapku, lalu masuk ke dalam semak-semak, untung dia tak mengejarku,” cerita Oni sambil memamerkan kepakan sayapnya pada Lala.

Tiba-tiba saja angin bertiup kencang, dan membuat Oni berteriak ketakutan.

“Lihat monster itu!” Oni menunjuk pepohonan yang bergerak.

“Hei, lihat baik-baik.  Itu bukan monster,” Lala Tikus memaksa Oni untuk membuka matanya.

“Lihat yang kau sebut monster adalah pepohonan yang bergerak karena tertiup angin yang besar,” jelas Lala Tikus.

“Lalu su…suara itu?” tanya Oni.

“Suara itu berasal dari dedaunan yang saling bergesekan karena tiupan angin yang besar,” Lala Tikus meyakinkan.

Sejak hari itu Oni tak pernah takut lagi kalau malam datang. Kini Oni menjadi ayam yang paling rajin berkokok untuk membangunkan semua penghuni hutan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                      

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bubun Buncis Takut Malam

       B ubun buncis sedang ketakutan.   Sejak sore tadi ayah, ibu dan kedua adiknya pergi ke rumah paman. “Bun, kali ini kamu tidak boleh ikut ya. Ibu tak enak kalau kedatanganmu nanti akan menulari anggota keluarga   paman.   Besok kalau kau sudah sembuh, ibu berjanji akan mengantarmu mengunjungi paman,” jelas ibu sebelum mereka pergi. “Kami tak akan lama, sebelum gelap pasti sudah kembali,” lanjut ibu. Bubun Buncis terpaksa menuruti saran ibunya, karena ia memang sedang sakit flu berat. “Tapi janji ya, jangan pulang malam-malam.   Aku pasti ketakutan sendirian di rumah,” pinta Bubun Buncis. Sudah empat jam mereka pergi, matahari mulai tenggelam.   Namun, ayah, ibu dan kedua adik Bubun belum juga tiba di rumah.   Bubun mulai gelisah, dia berjalan mondar-mandir di halaman rumah menunggu kedatangan keluarganya. Hari kemudian berubah menjadi gelap, Bubun hanya sendirian di rumahnya.   Ini adalah pengalaman pertama Bubun...

Mimi Kelinci Sang Penolong

    Mimi Kelinci menegakkan telinga panjangnya, sayup-sayup ia   mendengar suara minta tolong.     Ia   mulai berjalan ke arah   suara itu berasal.   Kakinya yang lincah mulai melompat melewati setiap hambatan yang ia temui. “Aku harus menemukan siapa pemilik suara itu,   sepertinya ia dalam bahaya,” pikirnya. Walaupun ia sudah berjalan cukup jauh, akan tetapi Mimi belum   bisa menemukan dari mana   suara itu berasal.   Mimi hampir putus asa karena tak bisa menemukan pemilik suara itu. Untunglah suara itu terdengar lagi. “Toloooong.” Suara itu kini terdengar lebih dekat. Hanya dengan beberapa lompatan, Mimi Kelinci sudah bisa menemukan siapa yang meminta tolong itu. Seekor anak penyu berada di tengah jalan aspal dan sebuah mobil yang melaju kencang sedang berjalan ke arah anak penyu itu. Tanpa pikir panjang Mimi Kelinci   menggendong anak penyu itu, lalu membawanya   ke pinggir jalan.   “Untunglah...

Janji si Lebah

  Tutu semut tak bisa menyembunyikan rasa takutnya.   Kini, badannya sedang   terombang-ambing mengikuti gerakan ransel biru yang sedang digendong oleh Alit, seorang anak laki-laki pemilik ransel itu.    Tutu tak tahu kemana Alit akan pergi, ia tak sengaja ikut dalam ransel itu.   Kalau saja ia mendengar nasehat teman-temannya, mungkin saat ini Tutu tak harus menahan takutnya bergelantungan di ujung ransel itu.   Beberapa menit yang lalu, segerombolan semut mencium aroma manis dari sebuah ransel biru tua yang tergeletak di lantai.   “Teman-teman, disini ada roti kering manis,” teriak Pimpim Semut. ”Ayo bentuk barisan, kita kumpulkan remah-remah roti kering ini untuk persedian kita.” Pimpim Semut mengajak semut yang lain. Tanpa menunggu lama, gerombolan semut itu langsung membentuk barisan   menuju ransel itu untuk mengumpulkan roti kering itu, juga Tutu.   Ini pengalaman pertama buat Tutu, sebelumnya ia belum diperbolehkan ka...