Moci adalah seekor kucing anggora yang sangat cantik. Bulunya seputih salju, tumbuh sangat lebat membuat setiap orang yang melihat ingin memeluknya. Sudah tiga tahun Moci tinggal di rumah mewah milik keluarga Hans. Ia dibeli oleh Pak Hans dari sebuah Pet Shop sejak umurnya masih dua minggu dengan harga yang sangat mahal.
Moci memang sangat beruntung, Pak Hans tidak hanya
menyukai kucing, tetapi ia juga memelihara Moci dengan sangat baik. Ia diberi makanan yang terbaik, rumah yang
nyaman hingga Moci tumbuh menjadi kucing yang sangat sehat.
Suatu pagi Moci melihat seekor kucing melintas di
halaman rumah Pak Hans. Baru kali ini
Moci melihat kucing itu, sebelumnya tak pernah seekor kucing pun bisa masuk ke
rumah itu. Namun, kucing belang itu bisa
masuk, entah bagaimana ia bisa masuk ke dalam rumah yang dijaga ketat itu. Kucing belang itu kelihatan sangat gembira, berjalan
kesana kemari tanpa ada yang melarangnya.
“Hai Moci, mengapa kamu selalu tinggal di dalam rumah.
Apa kamu tak ingin melihat dunia di luar rumahmu?” tanya kucing belang yang
tiba-tiba sudah berada di dalam rumah pak Hans.
“Hei dari mana kamu tahu namaku?” tanya Moci
keheranan.
“Taulah, setiap hari orang selalu memanggil kamu
dengan panggilan Moci,” jawab kucing belang itu.
“Aku sering lho masuk rumah ini, tanpa sepengetahuan
siapa pun,” cerita kucing belang itu.
“Dari mana kamu bisa masuk rumah ini?” Moci ingin
tahu.
“Aku punya jalan rahasia!” serunya.
Moci semakin terkagum-kagum pada keberanian kucing belang
itu.
“Rumahmu di mana?” Moci penuh selidik.
“Setiap rumah adalah rumahku, aku bisa masuk ke semua
rumah yang kuingini,” jawabnya santai.
“Benarkah? Kamu hebat sekali,” puji Moci mendengar
cerita kucing belang itu.
“Apa kamu tidak bosan hidup di rumah yang sama selama
bertahun-tahun?” tanyanya.
“Ya memang sih rumah ini sangat indah, kamu beruntung
dipelihara oleh pemilik rumah ini, tetapi di luar sana banyak hal indah yang belum pernah kamu lihat,” jelasnya.
“Rugi banget kalau kamu menghabiskan hidupmu hanya
tinggal di rumah ini,” lanjutnya.
Tiba-tiba seorang lelaki memanggil Moci, secepat kilat
kucing belang itu menyelinap entah kemana, ia menghilang begitu saja. Moci semakin terkagum-kagum pada kucing yang
baru dikenalnya itu.
Malam harinya Moci tak bisa tidur memikirkan kata-kata
kucing belang tadi.
“Benar juga ya, aku hanya tinggal di lingkungan rumah
ini saja, aku gak pernah tahu ada apa diluar sana,” pikirnya.
“Aku ingin mencoba keluar bersama kucing belang itu,
aku ingin melihat apa yang ada di luar rumah ini,” lanjutnya.
Kini ia tak bisa tidur
tak sabar menunggu datangnya pagi.
Ia ingin bertemu kucing belang itu.
Hari sudah pagi, matahari mulai terlihat bersinar, Moci
berlari mendekati jendela yang terbuat dari kaca mencari untuk kucing belang.
“Hai Moci.”
Kucing belang itu sudah berada di belakangnya. Lagi-lagi Moci terkejut melihat
kedatangannya.
“Bagaimana kamu bisa masuk tanpa terlihat?” tanyanya
terheran-heran.
“Aku memang hebat,” jawabnya dengan bangga.
“Belang, maukah kamu mengajak aku bermain keluar dari
rumah ini?” tanya Moci ragu-ragu.
“Benarkah?” tanya kucing belang itu, tak percaya.
Tak lama kemudian Moci dan kucing belang itu sudah
berada di luar rumah mewah Pak Hans.
Moci berjalan mengikuti langkah kucing belang itu. Ia sangat gembira bisa melihat pemandangan
yang belum pernah dilihatnya. Perjalanan kedua kucing itu semakin lama semakin
jauh. Kini Moci mulai merasa lelah, ia
haus apalagi matahari siang itu memancarkan sinarnya lebih terik dari hari-hari
lainnya.
“Belang, aku haus.
Bisakah kita mencari minum dulu?” tanya Moci.
Kucing belang itu mengajak Moci berjalan mencari air
untuk menghilangkan hausnya. Ia
menghentikan langkahnya di sebuah parit kecil yang tak begitu dalam.
“Tuh kamu bisa minum air itu,” kata kucing belang pada
Moci.
“Haah…minum air itu?” tanya Moci. Ia merasa jijik melihat air yang kelihatan
kotor itu, ia tak biasa minum air yang kotor.
Pak Hans selalu memberinya air minum yang bersih. Moci menggidik, lalu meninggalkan parit dan
menahan rasa hausnya.
“Aku lapar nih, ayo kita makan,” ajak kucing belang
pada Moci.
“Ayo…aku juga sudah lapar,” jawab Moci
kegirangan. Pikirnya ia akan mendapatkan
makanan seperti yang biasa diberikan Pak Hans untuknya. Namun betapa kagetnya Moci saat melihat kucing
belang itu mengais tempat sampah mencari sisa makanan di tempat yang kotor itu.
“Ayo Moci…disini banyak tulang ikan,” ajak kucing
belang kegirangan melihat setumpuk tulang ikan sisa makanan yang dibuang. Moci mulai menangis, ia sangat lapar tetapi
ia tak bisa memakan makanan sisa, apalagi dari tempat sampah.
Moci berjalan mundur, ia mulai menjauh dari tempat
sampah itu. Lalu berlari meninggalkan
kucing belang itu, Moci mau pulang.
“Huuuh dasar kucing manja,” teriak kucing belang
sambil terus menikmati makanan yang dia temukan.
Sementara itu Moci kebingungan mencari jalan
pulang. Ia sudah berjalan jauh dari
rumah, dan ia tak ingat lagi jalan yang sudah ia lewati tadi. Moci diam di balik rumpun tanaman untuk
menghilangkan rasa lelahnya. Moci mulai
menyesali perbuatannya. Ia baru
menyadari betapa beruntungnya hidupnya, hidup bersama Pak Hans yang sangat
menyayanginya. Ia tak harus mencari
makan dan minum, bahkan ia bisa tidur di tempat yang sangat nyaman.
“Aku menyesal…,”katanya.
“Moci…Mociiii…Moci!”
Terdengar seseorang memanggil Moci.
Moci sangat gembira mendengarnya, ia tahu dengan pasti
suara siapa itu. Pak Hans, dia mencari
Moci waktu ia tak menemukan kucing kesayangannya di dalam rumah. Dengan segera Moci keluar dari rumpun tanaman
itu dan berlari sekencang mungkin mengikuti arah suara itu berasal. Ia berjanji tak akan lagi meninggalkan rumah
itu.
Ezri Wani, si philomath
yang jatuh cinta pada rumah jawa dan printilannya. Nyaman tinggal di sebuah desa kecil di kaki
Gunung Merapi. Belajar menjalani hidup selaras dengan alam. Menyukai tanaman,
selalu antusias mempelajari hal yang baru.
Suka membaca dan berpetualang ke tempat baru. Meyakini tidak ada hal yang tidak bisa dilakukan
selama ada kemauan. ezriwani@gmail.com
Komentar
Posting Komentar